Wednesday, January 7, 2015

Pengertian Konflik Dan Motivasi

Pengertian Konflik

Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses social antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan.

Beberapa Faktor Penyebab Konflik

Perbedaan individu yang didasari oleh perbedaan pendirian dan perbedaan perasaan. Setiap manusia memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda, sehingga dalam menilai sesuatu tentu memiliki penilaian yang berbeda-beda. Misalnya masyarakat menilai kebijakan pemerintah mengenai menaikkan harga BBM karena harga bahan mentah naik. Tentu setiap masyarakat akan menilai dengan pemikirannya masing-masing yang mungkin secara umum terbagi menjadi kelompok yang pro dan kontra.

Perbedaan kebudayaan sehingga membentuk pribadi yang berbeda
Orang dari kebudayaan berbeda, misalnya orang jawa dengan orang papua yang memiliki budaya berbeda, jelas akan membedakan pola pikir dan kepribadian yang berbeda pula. Jika hal ini tak ada suatu hal yang dapat mempersatukan, akan berakibat timbulnya konflik.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
Manusia merupakan mahkluk yang unik karena satu dengan yang lain relative berbeda. Berbeda pendirian, pemikiran, perilaku, kebiasaan, dsb. Dari perbedaan itu tentu timbul perbedaan kepentingan yang latar belakangnya juga berbeda. Misalnya mengenai masalah pemanfaatan hutan. Para pecinta alam menganggap hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup manusia dan habitat dari flora dan fauna. Sedangkan bagi para petani hutan dapat menghambat tumbuhnya  jumlah areal persawahan atau perkebunan. Bagi para pengusaha kayu tentu ini menjadi komoditas yang menguntungkan. Dari kasus ini ada pihak – pihak yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan, sehingga dapat berakibat timbulnya konflik.

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Perubahan merupakan suatu hal yang wajar didalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi perubahan yang sangat cepat akan memicu timbulnya konflik. Misalnya masyarakat pedesaan yang secara umum matapencariannya bertani yang hidupnya bergotong-royong dengan jadwal waktu yang relative tidak mengikat, kemudian tumbuh suatu industry dengan waktu yang relative cepat dengan kebiasaan cenderung individualis, disiplin kerja dan waktu kerja ditentukan, yang secara umum mengubah nilai-nilai masyarakat desa tadi, tentu  akan menimbulkan konflik berupa penolakan diadakannya industry di wilayah itu.

Akibat-akibat dari konflik.

Konflik dapat baik dan tidak baik. Konflik berakibat tidak baik seperti :
1.      Menghambat komunikasi, karena pihak-pihak yang berkonflik cenderung tidak berkomunikasi.
2.     Menghambat keeratan hubungan.
3.     Karena komunikasi relative tidak ada, maka akan mengancam hubungan pihak-pihak yang berkonflik.
4.     Mengganggu kerja sama.
5.     Hubungan yang tidak terjalin baik, bagaimana mungkin terjadi kerjasama yang baik.
6.     Mengganggu proses produksi,bahkan menurunkan produksi.
7.     Kerja sama yang kurang baik, maka produktifitas pun rendah.
8.     Menimbulkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
9.     Karena produktifitas rendah, timbullah ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
10.   Yang kemudian berakibat pada individu mengalami tekanan, mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustasi dan apatisme.
Konflik berakibat baik seperti:
1.      Membuat suatu organisasi hidup, bila pihak-pihak yang berkonflik memiliki kesepakatan untuk mencari jalan keluarnya.
2.     Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah satu akibat dari konflik, yang tujuannya tentu meminimalkan konflik yang akan terjadi dikemudian hari.
3.     Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam system serta prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
4.     Memunculkan keputusan-keputusan yang inovatif.
5.     Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel jenis-jenis konflik terbagi atas :
1.      Konflik intrapersonal.
o    Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2.     Konflik interpersonal.
o    Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena memiliki perbedaan keinginan dan tujuan.
o    Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok, Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja mereka . Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak memenuhi norma-norma yang ada.Konflik interorganisasi.
3.     Konflik antar grup dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang menyangkut tugas-tugas dan pekerjaan. Karena hal ini tak selalu bisa dihindari maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari disfungsional.
Cara-Cara Mengatasi Konflik
Mengatasi konflik antara pihak-pihak yang bertikai tergantung pada kemauan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalah. Selain itu juga peran aktif dari pihak luar yang menginginkan redanya konflik. Berikut adalah cara-cara untuk mengatasi konflik yang telah terjadi :
1.      Rujuk
o    merupakan usaha pendekatan demi terjalinnya hubungan kerjasama yang lebih baik demi kepentingan bersama pula.
2.     Persuasi
o    mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukan kerugian yang mungkin timbul, dan bukti factual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
3.     Tawar-menawar
o    Suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dengan mempertukarkan kesepakatan yang dapat diterima.
4.     Pemecahan masalah terpadu
o    Usaha pemecahan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua belah pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternative pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5.     Penarikan diri
o    Cara menyelesaikan masalah dengan cara salah satu pihak yang bertikai menarik diri dari hubungan dengan pihak lawan konflik. Penyelesaian ini sangat efisien bila pihak-pihak yang bertikai tidak ada hubungan. Bila pihak-pihak yang bertikai saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain, tentu cara ini tidak dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
6.     Pemaksaan dan penekanan
o    Cara menyelesaikan konflik dengan cara memaksa pihak lain untuk menyerah. Cara ini dapat dilakukan apabila pihak yang berkonflik memiliki wewenang  yang lebih tinggi dari pihak lainnya. Tetapi bila tidak begitu cara-cara seperti intimidasi, ancaman, dsb yang akan dilakukan dan tentu pihak yang lain akan mengalah secara terpaksa.
Berikut contoh kasus konflik yang pernah terjadi :
1.      Konflik Vietnam  berubah menjadi Perang
2.     Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbulkekerasan. Hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina
3.     Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
4.     Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras da etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda dan Kazakhstan.
Strategi penyelesaian Konflik
1. Menghindar

    menghindari konfik dapat dilakukan jika isu atau masalah yg memicu konflik tidak terlalu pentin atau jika       potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang ditimbulkannya.

2. Mengakomodasi
    memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur stratei pemecahan masalah, khususnya apabila isu         tersebut penting bagi orang lain.

3. Kompetisi
    gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang           lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda.

4. Kompromi atau Negosiasi
    Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi
    dan menerima, mserta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

5. Memecahkan masalah
    pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.


Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.[1] Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.


Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
·         Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
·         Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
·         Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement(N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”


Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. 

3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)


Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
·         Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
·         Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
·         Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitufaktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.


Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.


Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.


Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik 

5. Teori Keadilan


Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :

·         Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
·         Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
·         Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
·         Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
·         Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
·         Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory) Edwin Locke 
mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan. 

7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan ) Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.


Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.


Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya. 

8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.


Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.


Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.


Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.


Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.


Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula. 

9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .


Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : 
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; 
(b) harga diri; 
(c) harapan pribadi; 
(d) kebutuhaan; 
(e) keinginan; 
(f) kepuasan kerja; 
(g) prestasi kerja yang dihasilkan.



Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : 
(a) jenis dan sifat pekerjaan; 
(b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; 
(c) organisasi tempat bekerja; 
(d) situasi lingkungan pada umumnya; 
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Sumber :
http://wiki.co.id dan http://worpress.com

http://falfakhri.blogspot.nl/2012/02/teori-motivasi-menurut-para-ahli.html